Senin, 01 Maret 2010

Dagang Suara Calon Pemimpin

Pemilukada sudah di depan mata, pasangan calon ramai-ramai mendeklarasikan diri.  Dengan penuh keyakinan seakan kemenangan sudah di depan mata mereka teriak lantang program kerja 5 tahun masa jabatannya.  Calon perseoranganpun tak ketinggalan ikut memanaskan pentas persaingan perebutan kekuasaan pemimpin daerah.  Kabar burung menghembuskan puluhan milyar uang akan dihamburkan oleh para calon guna memuluskan ambisinya, seakan membenarkan pepatah baru “tak ada uang tak ada kekuasaan dan beli kekuasaan dari pemiliknya”.   Pemilik kekuasaan adalah rakyat tentunya, dan dengan uang yang berlimpah calon berharap mampu membeli suara pemilih.  Praktik money politik mulai pintar memanfaatkan suasana kebatinan rakyat yang seakan mulai jenuh dan bosan dengan Pemilihan itu sendiri yang nyata-nyata tidak menghasilkan kebaikan apa-apa buat mereka. 
Mereka merasa hanya dipakai sebagai alat oleh para pemburu kekuasaan, yang setelah berkuasa tidak pernah lagi memikirkan nasib mereka.  Janji-janji waktu kampanye ternyata ‘bodong’ dan yang terjadi adalah pemakmuran diri dan kroni, yang ujung-unjungnya pemimpin yang dipilih masuk bui.  Maka jangan disalahkan ketika proses demokrasi kita ini berjalan mundur, menciptakan sikap pesimistis rakyat terhadap proses demokrasi ini nantinya akan melahirkan para pemimpin yang baik dan kredibel.  Dan jangan disalahkan juga bila mereka sudah tidak peduli lagi akan siapun juga yang akan memimpin mereka, toh hasilnya sama saja.  Sebagian dari mereka sudah mengambil sikap untuk mengambil lebih dahulu dari calon, baik atas nama diri sendiri ataupun kelompok masyarakat.  Maka jangan heran ketika dalam rapat RT ada kesepakatan bersama warga memilih salah satu calon dengan imbalan dana pembangunan RT dari sang calon, dan cara seperti inilah yang saat ini lebih sering dipakai dalam perang perebutan suara.  Sehingga yang bermain pada akhirnya adalah hukum ekonomi, siapa bayar ‘sekian’ dia akan dapat ‘sekian’....paling banyak ‘sekiannya’ dia yang menang.
Jadi akar masalah terjadinya dagang suara hanya karena persoalan moral saja tentu tidaklah  benar....walaupun dagang suara tetaplah tidak bisa dibenarkan.

0 komentar:

Posting Komentar