Minggu, 21 Februari 2010

Pemidanaan Pelaku Nikah Siri : Sebuah Solusi Yang Tidak Tepat

Akhir-akhir ini diberitakan akan adanya peraturan yang mengatur tentang pernikahan siri.  Peraturan yang akan mengenakan hukuman pidana kepada para pelaku pernikahan siri.  Memang baru sebatas wacana tetapi sudah kencang memunculkan perdebatan pro dan kontra baik dari kalangan cendekiawan sampai dengan masyarakat bawah. Perdebatan tentang batasan negara dalam mengatur persoalan agama karena nikah pada hakekatnya sudah diatur dalam agama.  Juga tentang pemidanaan bagi pelaku nikah siri, apakah sebuah langkah yang tepat?. Semua dengan pendapat dan argument masing-masing yang hampir semua mengatasnamakan perjuangan hak, hak istri, hak anak, ataupun hak menjalankan agama tanpa diintervensi oleh negara.
Menurut saya semuanya benar ketika memandangnya dari sudut pandang dan kepentingan masing-masing, walaupun untuk pemidanaan bagi pelaku nikah siri bukanlah solusi yang tepat.  Sebenarnya perlulah untuk diperjelas nikah siri yang mau dipidanakan itu yang seperti apa? Karena menurutku yang ada hanya menikah dalam arti sah menurut hukum Islam dan yang tidak menikah (kumpul kebo).  Sedangkan yang menikahpun juga ada 2 yaitu nikah yang dicatatkan dan yang tidak dicatatkan. Dari sini saja tentu sudah dapat dilihat justru mereka yang kumpul kebo itulah yang justru harus ada aturan pemidanaan.
Apapun juga yang dinamakan nikah sudah sesuai aturan Islam itu pasti bener, entah kalau yang dipersoalkan adalah  nikah yang lain, saya namakan saja ‘nikah palsu’ yaitu demi pemuasan seks belaka dengan melakukan nikah dengan cara apapun walaupun tidak memenuhi syarat nikah dalam Islam.  Entah yang menikahkan siapapun, dimanapun,  kalau tidak memenuhi kaidah nikah secara Islam ya tetap saja bukan nikah, dan ini juga boleh dipidanakan karena sama saja kumpul kebo.  Tetapi kalau persoalanya adalah mereka yang menikah dengan benar dengan ada wali, mahar, dan disaksikan oleh tetangga, saudara (ada yang menamakan ‘nikah sego’) dan ini jelas terang benderang tidak sembunyi-sembunyi (tidak siri) tetapi mau dipidanakan hanya karena tidak mencatatkan pernikahanya, ini dzolim namanya.  Saya setuju banget pernikahan memang harus dicatatkan karena ada hak-hak istri dan anak yang dilindungi dan saya setuju negara mengatur tentang kewajiban semua warga negara untuk mencatatkan pernikahannya.  Tetapi sebuah kesalahan karena tidak atau belum mencatatkan pernikahannya menurut saya adalah kesalahan administrasi yang menjadi tanggung jawab aparatur pemerintahan sampai ketingkat desa untuk menciptakan kesadaran mayarakat tentang pentingnya pencatatan nikah dan pendekatan pidana sangat tidak tepat.

Kalau tujuan utamanya adalah tidak adanya lagi pernikahan yang tidak dicatatkan maka  perlu solusi tanpa harus mempidanakan
  1. Mempermudah persyaratan pencatatan dan biaya nikah yang semurah mungkin kalau perlu gratis.
  2. Penyadaran masyarakat oleh pemerintah dibantu para ulama dan tokoh agama
  3. Pendataan kartu nikah oleh pemerintah dan untuk yang belum punya di fasilitasi oleh pemerintah secara gratis.
Setelah 3 solusi diatas dilakukan hukuman untuk yang diketahui tidak mencatatkan pernikahannya adalah pencatatan paksa atau pembatalan pernikahan, tinggal pilih saja…(jadi kalau orang yang niatnya mau sembunyi-sembunyi tinggal milih aja, mencatatkan nikahnya jadi tidak sembunyi lagi, mau cerein tuh pasangannya, atau kumpul kebo aja)
Tapi kalau tujuannya adalah memberantas ‘nikah palsu’ tadi maka diterapkan saja peraturan barang siapa yang ‘kumpul kebo’, atau menikah dan yang menikahkan tidak sesuai dengan ajaran Islam dan bertujuan pemuasan seks belaka akan dikenakan pidana, dan masyarakat bisa mengadukan kepada yang berwajib kalau ada pernikahan yang terindikasi ‘nikah palsu’ tersebut.  Dan yang tertuduh bisa melakukan pembuktian terbalik.
Ini semua hanya pemikiran praktis saya berdasarkan apa yang saya pahami, saya yakin ‘ngudo roso’ saya diatas juga sudah ada dalam pemikiran pemerintah dan yang pinter-pinter disana…

0 komentar:

Posting Komentar